feedburner
Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

feedburner count

HUKUM PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN

Label:

Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Pemilu kali ini, selain untuk memilih anggota legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat dan Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), juga memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Anggota Legislatif akan diselenggarakan pada 9 April 2009. Pemilihan Presiden akan diselenggarakan pada awal Juli 2009 untuk putaran pertama, dan pertengahan September 2009 untuk putaran kedua.
Berdasarkan undang-undang dasar maupun undang-undang yang ada, anggota legislatif memiliki tiga fungsi pokok: (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU; (2) melantik presiden/wakil presiden; (3) fungsi pengawasan, atau koreksi dan kontrol terhadap Pemerintah. Adapun Presiden secara umum bertugas melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang dibuat.
Berdasarkan fakta ini, hukum tentang Pemilu di Indonesia bisa dipilah menjadi dua: Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.

Pemilu Legislatif
Pemilu Legislatif pada dasarnya bisa disamakan dengan wakalah, yang hukum asalnya mubah (boleh) berdasarkan hadis Nabi saw.:

«وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا»
Jabir bin Abdillah ra. berkata, Aku hendak berangkat ke Khaibar, lalu aku menemui Nabi saw. Beliau bersabda, “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq.” (HR Abu Dawud).

Dalam Baiat ‘Aqabah II, Rasulullah saw. juga pernah meminta 12 orang wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap beliau saat itu, yang dipilih oleh mereka sendiri.
Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa hukum asal wakalah adalah mubah, selama rukun-rukunnya sesuai dengan syariah Islam. Rukun wakalah terdiri dari: dua pihak yang berakad (pihak yang mewakilkan/muwakkil) dan pihak yang mewakili/wakîl); perkara yang diwakilkan atau amal yang akan dilakukan oleh wakil atas perintah muwakkil; dan redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl).
Jika semua rukun tersebut terpenuhi maka yang menentukan apakah wakalah itu islami atau tidak adalah amal atau kegiatan yang akan dilakukan oleh wakil.
Terkait dengan anggota legislatif, hukum wakalah terhadap ketiga fungsi pokoknya tentu berbeda. Wakalah untuk membuat perundang-undangan sekular dan wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden yang akan menjalankan sistem sekular tentu berbeda hukumnya dengan wakalah untuk melakukan pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.
Berkaitan dengan fungsi legislasi, setiap Muslim yang mengimani Allah SWT wajib menaati syariah Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah; baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Allah SWT telah menegaskan:

Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah (QS Yusuf [12]: 40).

Allah SWT juga menyatakan bahwa konsekuensi iman adalah taat pada syariah-Nya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 65; al-Ahzab [33]:36). Tidak boleh seorang Muslim mengharamkan apa yang telah Allah halalkan atau menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Tentang hal ini, Adi bin Hatim ra. berkata: Saya pernah mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang membaca surah Bara’ah:


Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam (QS at-Taubah [9]: 31).

Beliau bersabda, ”Mereka memang tidak menyembah para alim dan para rahib mereka. Namun, jika para alim dan para rahib mereka menghalalkan sesuatu, mereka pun menghalalkannya. Jika para alim dan para rahib mereka mengharamkan sesuatu, mereka pun mengharamkannya.” (HR at-Tirmidzi).

Karena itu, menetapkan hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam, bahkan dapat dikategorikan sebagai perbuatan menyekutukan Allah SWT.
Dengan demikian, wakalah dalam fungsi legislasi yang akan menghasilkan hukum atau peraturan perundangan sekular tidak boleh, karena hal tersebut merupakan aktivitas yang bertentangan dengan akidah Islam.
Wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden juga tidak boleh, karena wakalah ini akan menjadi sarana untuk melaksanakan keharaman, yakni pelaksanaan hukum atau peraturan perundangan sekular yang bertentangan dengan syariah Islam oleh presiden/wakil presiden yang dilantik tersebut. Larangan ini berdasarkan pada kaidah syariah yang menyatakan:

(اَلْوَسِيْلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ)
Wasilah (perantaraan) yang pasti menghantarkan pada perbuatan haram adalah juga haram.

Adapun wakalah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap Pemerintah adalah boleh selama tujuannya untuk amar makruf nahi mungkar. Wakalah semacam ini merupakan wakalah untuk melaksanakan perkara yang dibenarkan oleh syariah Islam.
Namun demikian, harus ditegaskan bahwa pencalonan anggota legislatif dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dibolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat syar’i, bukan dibolehkan secara mutlak. Syarat-syarat tersebut adalah:
1.Harus menjadi calon dari partai Islam, bukan dari partai sekular. Dalam proses pemilihannya tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu dengan orang-orang sekular.
2.Harus menyuarakan secara terbuka tujuan dari pencalonan itu, yaitu untuk menegakkan sistem (syariah) Islam, melawan dominasi asing dan membebaskan negeri ini dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu menjadikan parlemen sebagai mimbar (sarana) dakwah Islam, yakni menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekular dan mengoreksi penguasa.
3.Dalam kampanyenya harus menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari ajaran Islam.
4.Harus konsisten melaksanakan poin-poin di atas.


Pemilu Presiden
Pemilu Presiden berbeda dengan Pemilu Legislatif. Presiden bukanlah wakil rakyat; kepadanya tidak bisa diberlakukan fakta wakalah. Dalam hal ini lebih tepat dikaitkan dengan fakta akad pengangkatan kepala negara (nashb al-ra’is) yang hukumnya terkait dengan dua hal: person (orang) dan sistem.
Terkait dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat in’iqâd, yang akan menentukan sah-tidaknya seseorang menjadi kepala negara. Syarat-syarat itu adalah: (1) Muslim; (2) Balig; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil/tidak fasik; (7) Mampu (yakni mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala negara). Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas, membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.
Adapun tentang sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara wajib menerapkan sistem Islam. Ini adalah konsekuensi dari akidah seorang kepala negara yang Muslim. Dalam Islam, tugas utama kepala negara adalah menjalankan syariah Islam serta memimpin rakyat dan negaranya dengan sistem Islam. Memimpin dengan sistem selain Islam tidak akan menghasilkan kebaikan, tetapi justru menghasilkan kerusakan dan bencana. Siapa saja yang memimpin tidak dengan sistem Islam, oleh Allah SWT disebut sebagai fasik dan zalim, bahkan jika secara i’tiqadi menolak syariah Islam, dinyatakan sebagai kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).

Wahai kaum Muslim:
Sikap yang semestinya harus ditunjukkan oleh setiap Muslim dalam menghadapi Pemilu ini adalah:
1.Tidak memilih calon yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan di atas; tidak mendukung usahanya, termasuk tidak mendukung kampanyenya dan mengucapkan selamat saat yang bersangkutan berhasil memenangkan pemilihan.
2.Melaksanakan syariah Islam secara utuh dan menyeluruh dengan konsisten; berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam melalui perjuangan yang dilakukan sesuai dengan tharîqah dakwah Rasulullah saw. melalui pergulatan pemikiran (as-shirâ’ al-fikri) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangan itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang secara nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya syariah dan Khilafah; serta menjauhi individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk mengokohkan sistem sekular.
3.Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan syariah Islam; tidak terpengaruh oleh propaganda yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan; tidak boleh ada rasa putus asa dalam perjuangan karena dengan pertolongan Allah, insya Allah perubahan ke arah Islam bisa dilakukan, asal perjuangan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, khususnya dalam usaha mewujudkan tegaknya kembali Khilafah guna melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayâh al- Islâmiyah), yaitu kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah Islam dan risalah Islam diemban ke seluruh dunia dengan kepemimpinan seorang Khalifah. Khalifah inilah yang akan menyatukan umat dan negeri-negeri Islam untuk kembali menjadi umat terbaik serta memenangkan Islam di atas semua agama dan ideologi yang ada. Kesatuan umat itulah satu-satunya yang akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan itu kerahmatan (Islam) akan terwujud di muka bumi. Dengan kekuatan itu pula kemuliaan Islam dan keutuhan wilayah negeri-negeri muslim bisa dijaga dari penindasan dan penjajahan negeri-negeri kafir sebagaimana yang terjadi di Irak dan Afganistan.
4.Memilih kepala negara yang mampu menjamin negeri ini tetap mandiri dan merdeka dari cengkeraman penjajah; mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan malah membiarkan negeri ini dalam cengkeraman dan dominasi kekuatan asing di segala bidang; mampu meletakkan keamanan negeri ini semata di tangan umat Islam, bukan di tangan warga negara asing; dan tidak membiarkan pengaruh negara penjajah ke dalam institusi tentara dan polisi, apalagi mengijinkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayah negeri ini. Sesungguhnya Allah SWT melarang Muslim tunduk pada kekuatan kafir (Lihat: QS an-nisa’ [4]: 141).

Akhirnya, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri ini terus dipimpin oleh penguasa zalim dengan sistem sekular dan mengabaikan syariah Islam yang membuat negeri ini terus terpuruk; ataukah memilih pemimpin yang amanah dan menegakkan syariah Islam sehingga kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Begitu juga, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri-negeri Muslim tetap tercerai-berai seperti sekarang dan tenggelam dalam kehinaan; ataukah berusaha keras agar bisa menyatu sehingga ‘izzul Islâm wal muslimîn juga benar-benar terwujud.
Wahai umat Islam! Inilah saatnya. Ambillah langkah yang benar. Salah mengambil langkah berarti turut melanggengkan kemaksiatan!
Selengkapnya tentang HUKUM PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN

PEMILU YANG MEMILUKAN


Awal bulan April pemilu 2009 akan digelar di negeri ini. Layaknya hajatan, Pemilu memang membutuhkan biaya besar. Lihat saja total anggaran yang pernah diajukan KPU 31 Oktober 2007 yang lalu. Total dana yang dibutuhkan sebesar Rp 47,9 triliun. Ini baru anggaran KPU Pusat. Belum KPUD.

Pilkada Jatim 2008 saja menghabiskan dana Rp 830 miliar. Untuk daerah lain, Litbang Kompas mencatat, Pilkada DKI Jakarta Agustus 2007 menghabiskan dana Rp 194 miliar; Pilkada di Jawa Barat dan Jawa Tengah juga menelan biaya tidak kurang dari Rp 500 miliar. Tentu ini belum biaya yang dikeluarkan masing-masing calon. Pasangan Karsa saja, dalam Pilkada Jatim yang lalu, misalnya, secara resmi menghabiskan Rp 1,3 triliun. Belum lagi pasangan-pasangan lain. Jadi, hajatan Pemilu ini nyata-nyata menguras dana tidak kurang dari triliunan rupiah.

Pemilu dan Pilkada juga melelahkan. Secara umum rakyat Indonesia harus mencoblos atau mecontreng 3 hari sekali dalam Pemilu atau Pilkada. Belum lagi kalau terjadi sengketa, konflik dan anarkisme akibat Pilkada.

Namun, sebagai ritual demokrasi, Pemilu tetap mutlak harus dijalankan. Sebab, sah-tidaknya praktik demokrasi ditentukan oleh Pemilu; tidak akan ada demokrasi tanpa Pemilu. Karena itu, semahal apapun dan sekalipun melelahkan Pemilu harus tetap berjalan. Begitulah. Namanya, juga ritual.

Pemilu selama ini diharapkan mampu membawa perubahan. Nyatanya, Pemilu dan demokrasi tidak membawa perubahan apapun. Janji-janji yang disampaikan oleh parpol peserta Pemilu, caleg, capres dan cawapres akhirnya terbukti hanya pepesan kosong. Wajar jika Pemilu pun nyaris diabaikan—jika tidak bisa dikatakan ditinggalkan—oleh rakyat. Rakyat sudah sadar, bahwa janji-janji perubahan itu hanya omong-kosong. Justru melalui wakil rakyat dan pemerintahan terpilih, produk undang-undang yang memiskinkan mereka pun lahir. UU Migas, UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal dan UU BHP adalah sedikit contoh dari produk mereka. Belum lagi kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepentingan mereka.

Bahkan atas nama wakil rakyat dan penguasa mandataris rakyat, mereka mengundang dan menyambut negara-negara penjajah dengan bangga, justru untuk melestarikan kepentingan sang penjajah di negeri mereka. Para wakil rakyat dan penguasa itu tidak malu dan sungkan menunjukkan kesetiaannya pada titah tuannya. Meski untuk itu, rakyat dan negeri mereka harus menjadi tumbal dari kepatuhan mereka. Proyek perang melawan terorisme, liberalisasi ekonomi, liberalisasi ajaran Islam dan kehidupan masyarakat adalah contoh telanjang dari bukti kepatuhan mereka. Penangkapan ulama, pencekalan pembicara dan penggagalan proyek kemanusiaan pun tanpa malu mereka praktikkan demi memuaskan nafsu sang majikan. Ibarat jongos, apapun titah sang tuan, langsung dilaksanakan tanpa reserve sedikitpun.

Atas nama demokrasi dan kebebasan, kemaksiatan pun merajalela. Kumpul kebo, zina dan homoseksual marak di mana-mana. Ironisnya, tidak ada yang mempersoalkan. Namun, atas nama demokrasi dan kebebasan, perkawinan yang sah menurut syariah justru dipersoalkan. Atas nama demokrasi dan kebebasan, Ahmadiyah tetap dibiarkan bebas dan diawetkan. Penistaan agama, baik terhadap al-Quran, Nabi saw. hingga syariah pun seolah dibiarkan.

Ketika kepercayaan rakyat pada demokrasi dan Pemilu pada titik nadir, justru ada yang mencoba mencari peruntungan; mulai dari pengusaha, pengedar narkoba, maling hingga pengangguran, semuanya ingin mencoba mencari peruntungan dari hajatan demokrasi. Mereka semuanya mendaftarkan dirinya menjadi calon-calon anggota dewan yang terhormat.

Demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu hanyalah utopia. Memang betul mereka dipilih oleh rakyat, dan dari rakyat, tetapi jangan berharap mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Pemilu sebagai proses perubahan juga hanyalah utopia. Nyatanya, Pemilu sudah berlangsung berkali-kali, tetapi nasib rakyat tidak pernah berubah. Inilah realitas demokrasi dan Pemilu, yang ternyata hanyalah fatamorgana. Dari jauh tampak indah, ternyata setelah dekat, semuanya hampa.

Namun, entah mengapa masih ada umat Islam yang belum jera, dan tetap percaya, padahal semuanya itu hampa dan terbukti sia-sia. Mahabenar Allah Yang berfirman:

Apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik perbuatannya yang buruk, lalu dia meyakini perbuatan itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? (QS Fathir [35]: 8).

Itulah gambaran yang dilukiskan Allah dalam al-Quran untuk mereka yang percaya pada jalan yang digariskan bukan oleh Allah, alias jalan setan. Namun, karena kepiawaian setan, jalan itu pun dihias sedemikian rupa sehingga seolah-olah indah dan baik. Untuk itu, berbagai dalih (hiyal) pun dibangun agar bisa menjustifikasi kebaikan semu itu. Semuanya itu konon demi kemaslahatan umat. Mereka lupa, atau sengaja melupakan peringatan Allah di dalam surah yang sama:

Siapa saja yang menghendaki kemuliaan, maka kemuliaan itu semuanya hanyalah milik Allah. (QS Fathir [35]: 10).

Dengan demikian, siapapun yang menginginkan negeri ini terhormat, keliru sekali jika menganggap Pemilu dan praktik demokrasi bisa mewujudkan semuanya. Yakinlah, semuanya itu utopis. Lihatlah apa yang dialami oleh Amerika dan negara-negara Uni Eropa saat ini. Belum cukupkah semuanya itu menjadi bukti?

Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali kembali kepada Allah, dengan cara mempraktikkan seluruh sistem-Nya. Hanya dengan itulah keberkahan dari langit dan bumi akan Allah turunkan:

Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (QS al-A’raf [7]: 96).

Inilah saatnya! Allahumma waffiqnâ wanshurnâ fî thâ’atika wa al-Muslimîn.
[Hafidz Abdurrahman]
Selengkapnya tentang PEMILU YANG MEMILUKAN

HIP Ke-7: Rakyat Pemilu, Penjajah Sejahtera


Halqah Islam dan Peradaban kembali di gelar pada Kamis (19/3) di Wisma Antara Jakarta. Talkshow di edisi ke-7 ini mengangkat tema ”Kesejahteraan ala Demokrasi vs Khilafah”. Dalam acara yang menghadirkan pakar dari bidangnya masing-masing itu terungkap bahwa ternyata janji-janji yang diumbar para caleg dan capres dalam setiap kampanyenya yang akan mensejahterakan rakyat melalui demokrasi adalah janji-janji kosong pemilu karena memang tidak ada korelasi positif antara demokrasi dan kesejahteraan.

“Suatu negara yang menerapkan demokrasi itu memang tidak ada jaminan akan sejahtera!” ujar Pengamat Politik dari LIPI Lili Romli. Jumlah kekayaan semakin melimpah tetapi yang menikmatinyanya semakin sedikit bila dibanding dengan jumlah seluruh warga. ”Orang kaya di Eropa dan Amerika semakin kecil tetapi volume kekayaannya semakin besar” ujar Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy merujuk pada negara-negara yang lebih dulu menerapkan demokrasi.Karena memang Demokrasi dan Kapitalasme baik di barat maupun di Indonesia rujukannya sama yakni individualisme. Kepemilikan individu itulah kata kuncinya. Tujuannya untuk mengakumulasi kepemilikan individu. ”Dalam bahasa ekenonomi mengakumulasi kepemilikan individu itu adalah terjemahan dari serakah” tandas Noorsy. Sehingga jurang kesenjangan kekayaan antara yang kaya dan miskin akan semakin lebar dan dalam.

Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rahmat Kurnia menyebutkan bahwa Amerika, Inggris, Perancis, Jerman memang sejahtera. Tetapi sejahteranya bukan karena demokrasi tapi karena penjajahan dan eksploitasi terhadap belahan dunia lain terutama negeri-negeri Islam. Tentu saja bila ingin rakyat sejahtera bukanlah dengan cara penjajahan. ”Tetapi haruslah kembali kepada akidah kita yaitu Islam. Serta menerapkan seluruh syariah Islam dalam naungan Khilafah termasuk hukum syara yang terkait dalam kewajiban pemerintah untuk menjamin kebutuhan pokok masyrakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan,” tandasnya. Karena Demokrasi hanya memberikan peluang kepada rakyat secara luas untuk memilih pemimpinnya. Sedangkan hukum yang diterapkan tetap akan sesuai dengan sistem kapitalisme. Demokrasi dan kapitalisme itu tidak bisa dipisahkan seperti gula dan manisnya. ”Maka rakyat memilih wakil rakyat dan kepala negara, setelah itu lahirlah UU Migas, UU Sumberdaya Air, UU Minerba yang menguntungkan para penjajah. Ini lah yang terjadi.” simpulnya.

Pencetus otonomi daerah Ryaas Rasyid, menganalisa bahwa pasca pemilu kali ini pun kesejahteraan tidak akan tercapai. Pada sesi tanya jawab, salah seorang peserta dari Depok Muhammad Nur Hidayat mengambil kesimpulan dan menanyakan kepada para pembicara apakah kesimpulannya itu salah. ”Pesta demokrasi itu adalah pestanya orang-orang idiot,” simpulnya. Kemudian Noorsy dan Ryaas mengiyakannya dengan menyampaikan data-data yang mendukung pernyataan tersebut. (mediaumat.com)
Selengkapnya tentang HIP Ke-7: Rakyat Pemilu, Penjajah Sejahtera

Masihkah Berharap Kepada Demokrasi?

Pengusaha nasional Abdul Latief mengatakan Indonesia sejak zaman dulu hingga sekarang tidak punya rancangan skala besar (master plan) untuk memajukan industri dalam negeri. Sebaliknya yang masuk adalah investasi asing dalam penanaman modal asing (PMA) di berbagai sektor industri.

"Belum ada industri besar dari dalam negeri. Sebagian besar adalah PMA, tidak ada PMDN dan dananya dari kredit investasi," kata Abdul Latief dalam acara seminar Kemandirian Berbasis Ekonomi Lokal di gedung Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, Kamis (19/3/2009).(detik.com)
Keberadaan masuknya investasi asing di Indonesia sebenarnya tidak lepas dari proyek privatisasi yang di lakukan oleh pemerintah sejak zaman ORBA. Data ini bisa kita lihat dari Privatisasi Sejak Orde Baru
Privatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim Orde Baru. Pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT Indosat (1994), 35% saham PT Tambang Timah (1995) dan 23% saham PT Telkom (1995), 25% saham BNI (1996) dan 35% saham PT Aneka Tambang (1997) (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. HLN Pemerintah yang berjumlah US$ 25,321 miliar pada tahun 1985 bertambah menjadi US$ 59,588 miliar pada tahun 1995. Sementara pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 hanya dapat menurunkan HLN Pemerintah menjadi US$ 53,865 miliar pada tahun 1997 (Hidayatullah, 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi —program penyesuaian struktural— yang didasarkan pada Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan Pemerintah harus dihilangkan; (2) penyerahan perekonomian Indonesia kepada swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief, 2001).
Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan pelayanan publik, meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan cara memprivatisasi BUMN.
Pada tahun 1998 Pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing, Cemex; 9,62% saham PT Telkom; 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong; dan 49% saham PT Pelindo III kepada investor Australia. Tahun 2001 Pemerintah lagi-lagi menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9% saham PT Telkom.
Melihat dari master paln yang di tawarkan calon-calon pemimoin bangsa ini yang akan bertarung di Pemilu 2009 ini mereka tidak punya master plan yang jelas untuk memajukan ekonomi Indonesia. Selama ideologi Negara ini masih berkiblat kepada Kapitalisme maka jangan berharap kondisi ekonomi kita akan berubah. Amerika sebagai gembongnya Kapitalisme sudah bangkrut dan hancur. AS bisa hancur karena sistem ekonomi yang di terapkan adalah kapitalisme. Sistem ekonomi yang berbasis Ribawi telah terbukti akan kehancuranya. Sistem ekonomi yang mensandarkan mata uang kertas yang tidak ada back up emas yang cukut terbukti telah merusak. Dan master plan yang jelas yang akan menghentikan Privatisasi adalah dengan kembali kepada sistem ekonomi alternatif yaitu sistem ekonomi Islam. Dan industi dalam negeri akan maju karena dalam Sistem Ekonomi Islam negara punya peran yang lebih dalam menasionalisasi asset asset BUMN. Negara juga punya peran lebih dalam mengatur dan mengelola ekonomi dalam artian ekonomi tidak di serahkan ke dalam mekanisme pasar seperti yang diadopsi dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme. Dan sistem ekonomi Islam hanya bisa di terapkan dalam negara Islam, dan Negara Islam yang di maksud adalah negara Khilafah, bukan negara Demokrasi yang menjadi cita cita calon-calon pemimpin bangsa yang bertarung di Pemilu 2009 ini. Kalau Demokrasi masih menjadi pilihan jangan berharap rakyat akan sejahtera dan negara bisa makmur dengan demokrasi.
Selengkapnya tentang Masihkah Berharap Kepada Demokrasi?

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki



Kondisi negeri ini meski sudah merdeka dari penjajahan fisik selama lebih dari 63 tahun hingga kini belum juga sampai pada kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat seutuhnya. Sekalipun reformasi sudah berjalan sepuluh tahun kondisi kehidupan rakyat belum juga membaik. Angka kemiskinan masih juga tinggi. Menurut data BPS, angka kemiskinan pada Maret 2008 sebesar 34,97 juta jiwa. Menurut Menkoinfo, jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 sebesar 33,714 juta jiwa, dengan tingkat inflasi 9% (Beritaglobal.com).
Reformasi yang digadang-gadang bisa membawa perubahan mendasar dan luas pada kehidupan negeri ini ternyata juga tidak bisa membuahkan hasil yang diharapkan. Hal itu karena reformasi tidak dimaksudkan bagi terjadinya perubahan fundamental, maka keadaan pasca reformasi juga tidak banyak mengalami perubahan. Bila sebelum reformasi tatanan negeri ini bersifat sekularistik, setelah reformasi juga masih tetap sekular. Bahkan keadaan sekarang lebih buruk daripada sebelumnya. Korupsi meningkat tajam, kerusakan lingkungan makin menjadi-jadi, pornografi makin tak terkendali, dan jumlah orang miskin masih tetap tinggi dan sebagainya. Lebih menyedihkan lagi, sumber-sumber kekayaan negeri ini yang semestinya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat justru berpindah ke dalam cengkeraman asing. Aroma pengaruh kekuatan asing pun masih terasa sangat kental di negeri ini. Alhasil, upaya memerdekakan negeri ini secara hakiki belum juga berhasil meski sudah lepas dari penjajahan fisik lebih dari 63 tahun.
Reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahun telah berhasil menjadikan negeri ini makin demokratis. Bahkan sekarang negeri ini dianggap sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia –setelah AS dan India-. Meski demikian, nyatanya proses demokrasi yang makin demokratis itu tidak korelatif dengan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan rakyat yang baik. Padahal demokrasi dan proses demokratisasi dianggap menawarkan perubahan kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Fakta menunjukkan tawaran itu seperti pepesan kosong alias bohong.
Sekarang di tengah euforia proses demokrasi (Pemilu ), perubahan kembali digantungkan pada proses demokrasi. Hampir semua partai politik peserta Pemilu 2009 menjanjikan perubahan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Janji itu tergambar saat deklarasi kampanye damai yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Senin (16/3), yang dihadiri para pemimpin partai dan pendukungnya. Sejak tanggal tersebut hingga jelang masa tenang sebelum Pemilu (9 April 2009), rakyat akan disuguhi berbagai celotehan janji dan mimpi tentang perubahan dengan berbagai macam redaksi dan visualisasi. Apakah benar Pemilu yang kesepuluh kalinya ini akan benar-benar bisa mewujudkan perubahan? Benarkah demokrasi (dengan Pemilunya) bisa menjadi jalan perubahan?
Jika yang dimaksudkan adalah perubahan sekadar perubahan, jelas demokrasi menjanjikan itu. Bahkan dalam demokrasi bisa dikatakan tidak ada sesuatu yang tetap. Hal itu karena sistem dan aturan penentuannya diserahkan pada selera akal manusia, sementara selera akal selalu berubah dari waktu ke waktu. Sesuatu yang dianggap baik hari ini bisa saja besok berubah menjadi sesuatu yang dinilai buruk. Sesuatu yang dinilai manfaat hari ini ke depan bisa dinilai sebagai madarat (bahaya). Hal itu karena akal senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kepentingan (ego). Artinya, perubahan yang ditawarkan oleh demokrasi itu akan dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kepentingan. Dalam konteks ini kepentingan pihak-pihak yang mendominasi proses demokrasilah yang akan menentukan perubahan yang terjadi. Di sinilah masalahnya. Melalui demokrasi perwakilan, suara ratusan ribu rakyat diasumsikan terwakili oleh satu orang wakil. Tentu saja ini adalah satu hal yang sangat sulit kalau tidak bisa dikatakan mustahil. Pada faktanya suara wakil itu lebih mencerminkan suara dan kepentingannya sendiri. Bahkan fakta menunjukkan lebih sering justru kepentingan pihak lainlah yang lebih menonjol, selain suara dan kepentingan wakil rakyat itu sendiri dan kelompoknya. Hal itu karena demokrasi itu dalam prosesnya membutuhkan biaya mahal. Di sinilah peran para pemodal yang berinvestasi melalui proses demokrasi menjadi sangat menonjol dan menentukan. Ironisnya semua itu selalu diatasnamakan suara dan kepentingan rakyat karena rakyatlah yang memilih orang-orang yang mewakili mereka. Dengan demikian kepentingan para pemodal demokrasi itulah yang menjadi penentu arah perubahan yang terjadi. Jadi demokrasi memang menjadikan perubahan tetapi bukan perubahan yang memihak kepentingan rakyat, tetapi memihak kepentingan aktor-aktor demokrasi dan para pemodal mereka.
Lebih dari itu, seandainya dengan demokrasi itu tercipta kondisi yang baik yang sepenuhnya memihak kepentingan rakyat –meski ini selalu saja masih menggantung jadi mimpi- demokrasi tidak bisa menjamin kondisi baik itu bisa terus berlangsung. Justru demokrasi menjamin kondisi yang baik itu pasti berubah yang belum tentu menjadi lebih baik. Hal itu karena wakil rakyat dan pemimpin yang baik yang terpilih melalui proses demokrasi itu harus dipilih ulang. Pemimpin yang baik itu dibatasi jangka waktunya dan harus diganti ketika sudah habis. Bahkan setelah jangka waktu tertentu ia tidak boleh dipilih kembali. Tidak ada jaminan tabiat pilihan masyarakat dalam tatanan sekularistik-Kapitalis akan bisa menjadi pemimpin yang penuhi hak-hak asasi rakyatnya. Karakter sistemnya eksploitatif dan hanya memihak kelompok korporasi pemegang modal besar yang selalu menjadi pilar tegaknya sistem ini. Hal itu menunjukkan bahwa demokrasi hakikatnya memang bukan sistem yang baik, dan bukan sistem yang menawarkan perubahan lebih baik secara hakiki.
Hal itu wajar karena demokrasi adalah sistem buatan manusia yang tentu saja sarat dengan kelemahan dan kekurangan serta tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan. Lebih dari itu, demokrasi sebagai sebuah sistem bertentangan dengan Islam, karena inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan ada hak membuat hukum. Itu artinya demokrasi menjadikan rakyat –riilnya adalah wakil-wakil rakyat- sebagai pembuat hukum. Sebaliknya, dalam Islam membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. Artinya dalam Islam hanya syara’ yang berhak membuat hukum.
Allah telah menjelaskan bahwa hanya Islamlah sistem yang bisa menawarkan kehidupan kepada umat manusia. Hanya Islamlah yang bisa membawa manusia menuju cahaya, sementara sistem selain Islam justru mengeluarkan manusia dari cahaya menuju kegelapan. Allah SWT menegaskan hal itu di dalam firman-Nya:
اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran). (QS. al-Baqarah [2]: 257)

Itu artinya hanya sistem Islamlah yang bisa menjamin terwujudnya perubahan dan kehidupan yang baik yang diridhai oleh Alllah SWT. Sistem Islam datang dari Pencipta manusia yang paling mengetahui hakikat manusia, apa yang baik dan yang tidak, yang bermanfaat dan yang madarat bagi manusia.
Dengan demikian, jalan perubahan itu adalah dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem secara menyeluruh. Perjuangan mewujudkan perubahan hakiki itu tentu saja adalah perjuangan mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh. Dalam konteks ini, sebagian pihak meyakini hal itu bisa dilakukan melalui demokrasi. Jika yang dituju adalah penerapan Islam secara parsial, maka hal itu bisa diwujudkan melalui demokrasi, seperti penerapan hukum waris Islam, pernikahan Islam, ibadah dan hukum-hukum yang bersifat personal lainnya. Hanya saja jika yang dituju adalah perubahan secara menyeluruh dan penerapan Islam secara menyeluruh rasanya mustahil bisa diwujudkan melalui demokrasi. Hal itu karena sebagai sebuah sistem, demokrasi yang dibangun di atas akidah sekularisme tentu tidak akan mentoleransi masuknya agama (Islam) dalam pengaturan hidup bermasyarakat. Secara faktual, kasus FIS yang memenangi Pemilu demokratis di Aljazair dan meraih suara mayoritas toh dianulir oleh militer yang sekular atas dukungan Perancis dan didiamkan (diamini) oleh semua negara dan para pejuang demokrasi. Begitu juga kasus partai Refah di Turki dan Hamas di Palestina mempertegas bahwa perjuangan penerapan Islam tidak mungkin dilakukan melalui demokrasi. Perubahan hakiki itu hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam secara menyeluruh.

Wahai Kaum Muslim
Sekali lagi demokrasi bukan jalan mewujudkan perubahan yang hakiki. Menggantungkan harapan terjadinya perubahan hakiki kepada demokrasi hanya akan mendatangkan kekecewaan. Fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam selama ini sudah menegaskan hal itu. Karena itu, tidak sepantasnya kita masih menaruh harapan pada demokrasi.
Jalan untuk mewujudkan perubahan hakiki, yaitu untuk mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh, hanya bisa dilakukan melalui thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw. Keberhasilan Rasul bersama para sahabat mewujudkan perubahan hakiki dengan menerapkan Islam secara menyeluruh yang berawal dari Madinah lalu menyebarkan perubahan ke negeri-negeri lainnya cukuplah menjadi bukti. Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (QS. al-An’âm [6]: 153)

Dengan demikian, jalan perubahan hakiki itu tidak lain adalah dengan dakwah sesuai thariqah Rasul saw untuk menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Wallah a’lam bi ash-shawab.[]

KOMENTAR:
PHK Marak, Buruh Gelar Aksi Solidaritas (Kompas, 16/03/2009)
Ironisnya, para pejabat dan elit politik sibuk berkampanye.
Selengkapnya tentang Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki

Kepada Siapa Kita akan Berharap?!

Sudah terlampau memusingkan dengan kondisi bangsa ini,banyak tokoh tokoh yang di bilang elite partai yang getol dengan gerak dan usaha dalam memenangkan pemilu.Coba tengok berapa banyak uang yang harus di keluarkan untuk dana kampanye.Wajar bila seorang caleg Golkar menyatakan bahwa se-orang caleg DPR RI harus menyediakan dana minimal Rp 400 juta. Bisa dihitung berapa total pengeluaran semua caleg yang tercatat saat ini sebanyak 11.868 orang untuk DPR. Nilainya sekitar Rp 4,727 trilyun rupiah. Jangan kaget dulu, itu belum termasuk pengeluaran caleg dari 471 DPRD kabupaten/kota dan 33 DPRD provinsi. Yang jumlah calegnya mencapai puluhan ribu orang. Anda bisa perkirakan sen-diri besarnya. Ada yang memper-kirakan jumlahnya bisa sampai Rp 50 trilyun. Wow.....

Itupun baru untuk caleg. Pemilihan presiden/wakil presi-den berbeda lagi. Sebagai bahan perbandingan, dalam Pilpres 2004 pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid melaporkan pengeluaran-nya Rp 86 milyar, Megawati Soekanoputri-Hasyim Muzadi Rp 84 milyar, SBY/JK Rp 74 milyar, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo Rp 16 milyar, serta pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar Rp 16 milyar. Total keseluruhannya Rp 276 miliar. Rizal Subiakto, CEO Hotline Advertising memperkira-kan tahun 2008 dan 2009 iklan politik ini akan meningkat 3 sampai 4 kali lipat lebih besar dari tahun 2007. Sementara Irfan Wachid dari 25frame Indonesia Production mengatakan seorang politikus nasional akan meng-habiskan Rp 5 - Rp 10 milyar/bulan untuk biaya poles diri, poles senyum di hadapan rakyat pemi-lihnya. Coba Anda hitung sendiri jumlahnya!

Penyelenggaraan pemilu 2009 sendiri membutuhkan biaya yang sangat besar. Anggaran formal yang telah disetujui DPR adalah Rp 14,1 trilyun, dengan rincian anggaran Rp 5,03 trilyun untuk pemilihan legislatif dan Rp 9,072 trilyun untuk pemilihan presiden.(mediaumat.com)
Luar biasa dana yang harus di keluarkan untuk dana kampanye. Tapi adakah korelasi dengan kesejahteraan yang macam apa yang mau di harapkan dengan sistem ini. Kapitalisme global yang kian hari kian menghancurkan umat manusia sudah terlampau parah memakan korban, belum lagi ditambah perilaku bejat yang menamakan wakil rakyat yang manis dengan janji janji kosong.
Inilah sistem demokrasi yang minim keberhasilan dan kesejahteraan, tetapi masih banyak orang yang berharapa kepadanya.ingat demokrasi ini hanyalah tempat tinggal penghamba sistem yang gila dan rakus akan kesenangan dunia dan abai akan kesenangan akhirat serta tidak peduli dengan siapapun.masihkah kita berharap dengan sistem ini kalau modal yang dikeluarkan saja sudah terlampau banyak dan pasti akan dicari gantinya dari modal yang di keluarkan?
Sunguh aneh dengan orang yang masih berhara dengan demokrasi. Pilihan cerdas macam apa yang akan kita pilih dengan kondisi ini?(bersambung)


Kalau kita di tanya kemanakah kita akan berharap keliatanya jawaban yang cocok adalah kita hanya berharap kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya. Dan juga yang lebih pas adalah kita hanya akan berharap menuju surganya Allah SWt seperti yang disampaikan oleh baginda Nabiyullah Muhammad Saw suri tauladan kita.
Beliau bersabda, (semoga ini menjadi cambuk untuk kita semuanya sobat):
Siapa saja yang menjadikan dunia sebagai tujuanya, Allah menceraberaikan urusannya dan menjadikan kemiskinanya selalu di pelupuk kedua matanya, tidak akan datang kepadanya bagian dari dunia kecuali yang telah di tetapkan untuknya . Siapa saja yang menjadikan akhirat sebagai tujuanya, Allah menghimpunkan untuknya urusannya dan menjadikan akhirat sebagai tujuannya.Allah menghimpunkan untuknya urusannya dan menjadikan kekayaan ada di dalam hatinya, dan dunia mendatanginya sementara dunia itu remeh dan rendah
(HR Ibn Majah, Ahmad, al-Baihaqi, Ibn Hibban, ad Darimi dll)
Itulah Tujuan kita, namun tujuan yang lebih riil dan benar ketika kita di kungkung dengan Sistem Jahil Kapitalisme sementara Kapitalisme ini kian hari semakan banyak memakan korban jiwa bagaimana tidak [ Minggu, 15 Maret 2009 ]
Di Negara-Negara Miskin, Per Tiga Detik, Satu Anak Meninggal
Dana untuk Menalangi Krisis, Layanan Kesehatan Minim

HORSHAM - Seiring akan dihelatnya pertemuan tingkat menteri keuangan G20 di Inggris, terkuak fakta memprihatinkan terkait dampak krisis ekonomi global. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), di negara-negara miskin, sejumlah besar perempuan dan anak-anak dilaporkan meninggal akibat layanan kesehatan yang tidak memadai.

"Sebab, dana pemerintah diprioritaskan untuk menalangi dampak krisis. Layanan dan fasilitas kesehatan sepertinya sudah tidak dihiraukan lagi," ujar Dirjen WHO Margaret Chan seperti dikutip The Times kemarin (14/3).

Jumlah perempuan dan anak-anak yang terancam mati karena diabaikannya layanan kesehatan, kata Chan, bisa bertambah hingga 400.000 jiwa per tahun. "Kini, ancaman itu sudah berubah menjadi nyata di beberapa wilayah," lanjutnya.

Saat ini, kata dia, sekitar setengah juta perempuan mati saat hamil atau melahirkan tiap tahun. Sementara, per tiga detik, seorang anak meninggal karena sakit. Karenanya, dalam kaitannya dengan G20, perempuan 62 tahun kelahiran Hongkong itu lantas menyerukan kepada para pemimpin dunia untuk mulai beraksi.

"Kita tidak bisa menyangkal lagi. Ancaman ini akan terjadi jika kita tidak bertindak," paparnya.

Dia mengimbau negara-negara kaya mulai mewujudnyatakan solidaritas mereka pada negara-negara yang lebih miskin. Chan menambahkan, laporan bahwa dana pembangunan PBB bisa ditekan sebanyak GBP 30 miliar (sekitar Rp 501 triliun) per tahun merupakan berita bagus untuk kesehatan. Sebab, pengurangan yang diprediksi akan terjadi mulai 2015 itu bisa menjadi nilai plus bagi program kesehatan PBB.

"Dengan dana sebanyak itu, sekitar 10 juta nyawa yang terdiri atas tiga juta perempuan dan tujuh juta anak-anak akan terselamatkan," tandas Chan.

Sementara itu, pertemuan G20 di London yang akan dibuka resmi 2 April nanti sudah mulai menggeliat dalam benteu pertemuan pendahuluan. Tujuan pertemuan-pertemuan pendahuluan itu adalah menyamakan visi dan misi negara-negara G20. Sebab, hingga kemarin (14/3), masih banyak perbedaan yang signifikan terkait usulan stimulus ekonomi dan reformasi regulasi sebagai solusi krisis.

Usai jamuan makan malam oleh Perdana Menteri (PM) Inggris Gordon Brown Jumat (13/3), para politisi dan menteri keuangan menyepakati sebuah keputusan. Yakni, untuk memberikan kucuran dana tunai pada IMF. Tapi, para cendekia negara-negara terkaya dunia itu masih butuh lebih banyak diskusi terkait rencana peluncuran paket stimulus ekonomi.

Sejauh ini, suara Amerika Serikat (AS) dan Eropa masih terbelah. Satu pihak menghendaki adanya revisi pada paket stimulus yang sudah dirancang sebelumnya, sedangkan yang lain bersikeras mempertahankan.

"Masing-masing poros dua kubu masih bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Tapi, mereka berjanji akan ada jalan tengahnya," ungkap sumber Agence France-Presse.

Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling yang didapuk sebagai tuan rumah, yakin bahwa kedua kubu akan mencapai kesepakatan. "Sebelum summit dibuka, perbedaan pendapat sudah akan bisa diatasi," ujarnya seperti dikutip Associated Press kemarin (14/3). Sebab, lanjut dia, diskusi lanjutan usai jamuan makan malam sangat progresif. (hep/ttg)(jawapos.com)
Kalau di dunia saja kita sudah sempit apalagi di negeri akhirat dan kesempitan hidup di dunia itu sebenarnya karena kungkungan ideologi dan sistem kufur Kapitalisme, demokrasi dan kroni2nya inilah yang di terapkan hingga dunia ini hancur dan rusak karenanya.
Untuk itulah Harapan kita satu-satunya adalah kembali kepada Allah dan kembali kepada Allah untuk ke negeri Akhirat itu dengan kita memurnikan ketaatan kita kepadaNYa. Taat Perintahnya dan jauhi larangannya sehingga kita mendapatkan surganya yang telah Allah Swt janjikan.
dan Surga dunia itu adalah Syariat yang Diterapkan secara menyeluruh ke dalam bingkai Daulah Al Khilafah Rasyidah 'ala minhajin NUbuwwah yang juga telah Allah SWT janjikan.
Itulah satu satunya Harpan kita, bukan sistem dan Ideologi kufur Kapitalisme dan Demokarasi yang sekarang masih bercokol.
Selengkapnya tentang Kepada Siapa Kita akan Berharap?!

Hukum Syara’ tentang Pemilihan Umum Di Indonesia

Menurut berita terakhir, KPU mempunyai satu opsi tentang pemilihan presiden putaran pertama yaitu pada tanggal 9 Juli 2009 dan putaran kedua pemilihan presiden ini tiga opsi yang bergulir di KPU yaitu tanggal 8, 9, 10 atau 11 September 2009 jika putaran pertama tidak menghasilkan suara yang signifikan.
Jadwal tersebut menurut Endang Sulastri anggota KPU mengingat durasi masa sidang sengketa hasil pemilu legislatif selama 30 hari berdasarkan undang-undang. Namun Mahkamah Kontitusi (MK) memperpendek jadi 21 hari atas permintaan KPU dengan demikian masa persidangan pilpress 14 hari menjadi 10 hari.
Hasil pemilu legislatif pada tanggal 9 April nanti akan ditetapkan pada tanggal 9 Mei 2009. 3 hari sesudahnya parpol berhak mengajukan permohonan gugatan hasil penghitungan suara kepada MK. Keputusan pada permohonan itu akan dikeluarkan MK paling lambat 21 hari setelah permohonan diajukan.


Pemilu di Indonesia
Pemilu 9April 2009 nanti akan memilih anggota DPR dan DPD dimana keduanya akan secara bersama membentuk MPR. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 hasil amandemen ditetapkan bahwa wewenang MPR adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Pasal 11 ayat 2 menegaskan DPR melakukan persetujuan bersama Presiden dalam membuat perjanjian internasional, keuangan negara, dan perubahan atau pembentukan undang-undang. Jadi, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, membahas bersama Presiden setiap rancangan undang-undang untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20); memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan; memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat; hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20A). Sedangkan, secara umum tugas Presiden melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang dibuat tersebut.
Dengan demikian, wakil rakyat memiliki tiga fungsi pokok, yaitu (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil presiden, dan (3) fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.

Hukum Syara’ Tentang Pemilu
Pemilu merupakan perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah (boleh). Dalil yang membolehkan wakalah diantaranya adalah:
«وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا»
Dari jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhumâ, dia berkata: Aku hendak berangkat ke Khaibar, lantas aku menemui Nabi SAW. Seraya beliau bersabda: “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar maka ambillah olehmu darinya lima belas wasaq” (HR. Abu Dawud yang menurutnya shahih).

Begitu juga, dalam Bai’atul ‘Aqobah II, Rasulullah SAW meminta 12 orang sebagai wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap beliau saat itu yang dipilih oleh mereka sendiri. Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa hukum asal wakalah dalam syariat Islam adalah boleh. Wakalah yang hukum asalnya boleh tersebut akan sah apabila semua rukun-rukunnya dipenuhi. Sebaliknya, bila ada rukun yang tidak terpenuhi maka akad wakalah tersebut menjadi tidak sah, dan karenanya menjadi tidak boleh. Rukun-rukun tersebut adalah adanya akad atau ijab qabul; dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl). Semua rukun tersebut harus sesuai dengan syariat Islam.
Menyangkut pemilu, bila ada muwakkil, wakîl dan shighat taukîl, maka yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni dalam rangka untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Apakah aktivitas itu sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Bila sesuai, maka wakalah tersebut boleh dilakukan, sebaliknya bila tidak sesuai dengan syariat Islam maka wakalah tersebut batil yang karenanya tidak boleh dilakukan.
Berkaitan dengan fungsi legislasi di atas perlu diingatkan bahwa setiap muslim yang beriman kepada Allah SWT, wajib taat kepada syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan As Sunnah, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim dalam mengatur kehidupan pribadinya, masyarakat, dan negaranya kecuali dengan menggunakan syariat Allah SWT. Firman Allah SWT:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ
Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. (QS. Yusuf [12]: 40)

Firman Allah Swt lainnya:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa [4]: 65)
Juga firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (TQS. Al Ahzab[33]: 36).

Untuk perkara yang hukumnya belum ditetapkan secara terang (sharaahah) dalam al-Qur’an dan As Sunnah, seorang muslim (yang berkualifikasi mujtahid) dengan menggunakan segenap kemampuannya berijtihad guna mendapatkan keputusan hukum atas perkara itu berdasarkan wahyu dan menggunakan metode yang benar. Tidak boleh ia menggunakan sumber lain selain wahyu Allah (al-Qur’an dan As Sunnah) atau menggunakan metode yang tidak benar dalam menetapkan hukum. Penggunaan sumber selain wahyu dalam penetapan hukum tidak akan menghasilkan kesimpulan hukum yang sesuai dengan syariat Allah. Ini bertentangan dengan perintah Allah dan bertentangan pula dengan keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:
وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. an-Nahl [16]: 116)

Begitu pula pertanyaan Rasulullah saw kepada Adi bin Hatim:
الْحَرَامَ وَحرَّمُوْا عَلَيْهِمُ الْحَلاَلَ»
Bukankah mereka (para pendeta dan rahib,pen) telah menghalalkan yang haram buat mereka dan mengharamkan yang halal atas mereka?
«قَالَ: نَعَمْ»
Adi bin Hatim menjawab: ‘Ya’.

Maka Rasul saw bersabda:
«فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ»
Itulah ibadah mereka (masyarakat ahlul kitab) kepada mereka (para rahib dan pendeta mereka)

Hal itu dikatakan tatkala beliau membaca firman Allah SWT:
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS. at-Taubah [9]: 31)

Oleh karena itu, menetapkan hukum yang bukan bersumber dari wahyu adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’. Seorang muslim sejak awal wajib terikat kepada syariat Allah, wajib mengambil hukum dari wahyu Allah semata, dan menolak undang-undang buatan manusia yang bertentangan dengan hukum syariat Islam. Berdasarkan hal itu kita paham secara pasti bahwa satu-satunya yang berhak mengeluarkan undang-undang hanyalah Allah Dzat Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan, setiap aktivitas pembuatan perundang-undangan dari selain Al Kitab dan As Sunnah merupakan aktivitas menyekutukan Allah Ta’ala.
Bila menetapkan hukum yang tidak bersumber dari wahyu Allah dilarang, maka meridlai aktivitas seperti itu juga dilarang oleh syara’. Kaedah syara’ menyatakan:
[لاَلْوَسِيْلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ]
“Wasilah (perantaraan) yang pasti menghantarkan kepada perbuatan haram adalah juga haram”

Jadi, menetapkan hukum dari selain Allah, yakni selain Al Quran dan As Sunnah, adalah haram. Karenanya, kedaulatan dalam Islam adalah milik syara’ bukan milik rakyat sebagaimana yang terdapat dalam sistem demokrasi sekuler Barat.
Maka, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara sistem politik Islam yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan syariat Islam dengan sistem politik lain, yakni sistem sekuler demokratis, yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Kaum muslim menerapkan syariat Islam pada sistem politik Islam dalam kedudukannya sebagai hukum syara, dan sumbernya adalah wahyu dari Allah SWT. Halal dan haram, baik dan buruk, haq dan batil, serta terpuji dan tercela dalam sistem Islam berasal dari Allah saja. Sementara, semua itu dalam sistem demokrasi berasal dari manusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia manapun, muslim ataukah kafir, tidak mampu membedakan hakikat kebaikan dan keburukan dalam berbagai urusan tadi, betapapun besar kemampuan dan pengalamannya. Sebab, akalnya serba terbatas dan kurang, serta dipengaruhi oleh keinginan dan hawa nafsunya. Sungguh Allah SWT telah menjelaskan hal tersebut dalam seruannya kepada kaum Mukmin:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئاً وَهُوَ شَـرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Telah diwajibkan kepada kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (TQS. Al Baqarah[2]:216).

Karenanya, menyerahkan urusan tersebut kepada pemerintah hukumnya haram menurut Islam, khususnya kepada pemerintahan sekuler yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah, untuk menentukan kepala negara, menandatangani perjanjian dan persetujuan, dan membuat perundang-undangan dari luar Al Kitab dan As Sunnah.
Berdasarkan hal tersebut, aktivitas memilih penguasa dan wakil rakyat untuk melaksanakan hukum sekuler tidaklah dibolehkan. Karenanya, akad wakalah untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut juga tidak dibolehkan. Sebab, ada rukun wakalah yang tidak sah menurut syariat Islam, yakni adanya perbuatan yang melanggar syariat berupa ijab qabul untuk menerapkan sistem pemerintahan sekuler. Allah SWT menegaskan hal ini:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir (Al Mâidah[5]: 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang zhalim (Al Mâidah[5]: 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang fasik (Al Mâidah[5]: 47)

Adapun fungsi pengawasan berupa koreksi dan kritik (muhasabah) terhadap pemerintah dan para penguasa diwajibkan secara syar’iy. Dalam syariat Islam ini disebut amar ma’ruf nahi munkar, yang wajib dilakukan oleh setiap muslim, apalagi oleh para wakil rakyat. Oleh karena itu, pencalonan dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan termasuk perkara yang dibolehkan. Hanya saja pencalonan tersebut terikat dengan syarat-syarat syar’iy, bukan dibolehkan secara mutlak. Syarat-syarat tersebut adalah:
1.Tidak menjadi calon partai sekuler dan tidak menempuh cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan,1.serta tidak bersekutu dengan orang sekuler.
2.Harus menyuarakan secara terbuka targetnya menegakkan sistem Islam, mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam, serta mengumumkan perjuangannya untuk melawan dominasi asing dan membebaskan negerinya dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu mengumumkan bahwa dia menjadikan parlemen sebagai mimbar (sarana) untuk mendakwahkan Islam dan mengoreksi penguasa.
3.Dalam kampanye pemilu dia harus menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari syariat Islam.

Sikap Muslim Menghadapi Pemilu
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sikap yang harus ditunjukkan oleh setiap muslim adalah:
1.Tidak memilih calon manapun yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, tidak mendukung kampanyenya, dan tidak mengucapkan selamat saat ia berhasil memenangkan suara pemilihan.
2.Berjuang secara serius untuk penerapan syariat Islam dan mengubah sistem sekuler ini menjadi sistem Islam dengan menempuh thariqah dakwah Rasulullah saw melalui pergulatan pemikiran (as-shirâul fikriy) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangannya itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya Khilafah dan diterapkannya syariat Islam; serta sebaliknya menjauhi individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk mengokohkan sistem sekuler. Hal ini harus dia lakukan dengan sungguh-sungguh.
3.Secara sendiri-sendiri atau bersama melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan Islam.
4.Tidak terpengaruh oleh propaganda orang-orang atau kelompok tertentu yang
1.menyatakan bahwa mengubah sistem sekuler dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Tidak boleh ada rasa putus asa dan berhenti berjuang, sebab kaum muslimin bisa melakukan perubahan bila berusaha keras, sungguh-sungguh, dan ikhlas karena Allah dalam berjuang. Sebab,Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Termasuk merealisasikan tegaknya Khilafah Islamiyah bagi kaum Muslim untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayah al- Islâmiyah) melalui penerapan syariat Islam di dalam negeri dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dibawah panji Islam, dan dengan kepemimpinan seorang Khalifah menyatukan umat Islam untuk kembali menjadi umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia, serta memenangkan dinul Islam di atas semua agama dan ideologi sekalipun orang-orang kafir benci.
Allah SWT berfirman:
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ  بِنَصْرِ اللهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ  وَعْدَ اللهِ لاَ يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan di hari itu bergembiralah orang-orang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Ruum [30]: 4-6)
Selengkapnya tentang Hukum Syara’ tentang Pemilihan Umum Di Indonesia

Penerapan Sanksi Uqubat di Pakistan

Pada hari Kamis 10 Pebruari 2009 pemerintah Pakistan mengumumkan telah mencapai kesepakatan dengan pendukung Taliban di Pakistan dan Jamaah Tathbîq asy-Syâri’ah al-Muhammadiyyah. Point-point kesepakatan itu mencakup penerapan sistem Uqubat Islam di kawasan lembah Swat. Sementara itu gerakan Taliban mengumumkan penghentian perang… Juru bicara resmi Taliban, Muslim Khan, mengatakan: “gerakan Taliban mengumumkan penghentian perang secara sepihak untuk mengokohkan niat baik. Maka Taliban tidak akan menyerang anggota lembaga keamanan Pakistan atau bangunan-bangunan pemerintah”. Akan tetapi ia menambahkan bahwa para pejuang akan terus berada di tempat mereka dan akan mempertahankan diri melawan setiap bentuk serangan yang dilancarkan terhadap mereka. Kesepakatan itu telah memunculkan banyak kritik baik di dalam maupun di luar negeri.
Lalu apa yang ada dibalik kesepatakan itu? Apakah kesepakatan itu akan merealisasikan perdamaian di lembah Swat?

Harus ditunjukkan bahwa ini bukan pertama kalinya Harakah Tathbîq asy-Syarjî’ah al-Muhammadiyyah menandatangani kesepakatan penerapan syariah di lembah Swat dengan pemerintah. Sebelumnya telah terjadi kesepakatan yang serupa dengan kesepakatan ini pada tahun 1994, tahun 1999 dan tahun 2007. Namun semua kesepakatan itu tidak bertahan lama. Pemerintah Pakistan memanfaatkan kesepakatan itu setiap kalinya demi tujuan-tujuannya sendiri. Kali ini tidak tampak bahwa di dalam niat pemerintah untuk berkomitment dengan kesepakatan tersebut. Yang lebih kuat adalah bahwa pemerintah Pakistan akan mengeksploitasi kesepakatan tersebut untuk meraih beberapa tujuan, diantaranya:
Pertama, militer Pakistan tidak ingin terjatuh ke dalam peperangan brutal dengan kelompok bersenjata di lembah Swat dan pada waktu yang sama harus terjun dalam memerangi gerakan Taliban, Baitullah Mas’ud, dan Jamaah Tahrîk Thâlibân Bâkistân di kawasan suku-suku. Yaitu bahwa kesepakatan ini akan membuka ruang bagi militer Paskistan untuk kembali merapatkan barisannya untuk digunakan di tempat-tempat lainnya.
Kedua, di balik kesepakatan itu pemerintah Pakistan bertujuan memecah barisan Taliban Swat dan Taliban yang loyal kepada al-Qaeda. Dubes Pakistan di Washington Husein Haqani mengatakan : “kami berupaya memecah barisan al-Qaeda dan kelompok bersenjata Taliban dari satu sisi dan gerakan-gerakan lokal di Swat yang berjuang untuk menerapkan syariah dari sisi yang kedua. Dan ini merupakan bagian dari fakta militer dan strategi politik yang akan mendorong para penduduk lokal untuk melakukan revolusi melawan teroris dan berikutnya untuk mengisolasi dan menghancurkan mereka”.
Ketiga, ini merupakan tujuan terpenting, yaitu bahwa Amerika telah berencana menyerang Afganistan pada kuartal keempat. Amerika telah mengirimkan 17.000 pasukan tambahan untuk tujuan ini. Dengan dukungan pasukan tambahan ini kekuatan Amerika akan meningkat 40 % dari sebelumnya. Kekuatan tambahan itu terdiri dari 8000 pasukan marinir, 4000 pasukan yang didukung kendaraan Stryker yang dipersenjatai dan 5000 pegawai pendukung. Kekuatan itu akan digunakan dalam aksi peperangan –yang biasanya dilakukan pada kuarter musim dingin- untuk memperkuat cengkeraman agresor di daerah-daerah sekitar Kabul dan melindungi jalan-jalan yang mengelilingi ibu kota. Diatas semua itu, untuk mendukung kekuatan NATO di Afganistan Selatan guna menjamin pemilu presiden yang akan berlangsung di sana pada buan Agustus mendatang.
Keempat, untuk mendukung strategi Amerika guna menciptakan stabilitas di Afganistan. Amerika telah mendorong militer Pakistan untuk membuat kesepakaan secara emporal dengan kekuatan bersenjata di Swat. Hal itu supaya militer bisa memfokuskan upayanya di kawasan suku-suku. Tambahan lagi, bahwa strategi itu mengharuskan Pakistan selalu siap dan tidak disibukkan dengan masalah perbatasan India. Oleh karena itu Amerika memerintahkan pemerintah Pakistan yang loyal kepadanya untuk memuaskan India dan berikutnya akan bisa menghilangkan ketegangan dengan India. Maka pemerintah Pakistan memenuhi perintah itu. Rahman Malik penasehat dalam negeri bagi perdana menteri mengumumkan Pakistan bertanggungjawab secara parsial atas peristiwa Bombay. Beberapa hari sebelum pemerintah Pakistan mengumumkan bertanggungjawab secara parsial akan peristiwa Bombay, Singh Modi dari partai JBJ –Janata Bharata- India yang loyal kepada Amerika, menumpahkan kemarahannya terhadap partai Konggres yang menaikkan eskalasi ketegangan dengan Pakistan. Singh Modi memfokuskan kepada faktor dalam negeri atas peristiwa Bombay. Ia mengatakan: “jika kami bertanya warga sesiapapun di sini di India, ia memiliki pengetahuan dan pengalaman minimal terhadap peristwa Bombay maka ia akan mengatakan kepada kita bahwa peristiwa itu tidak akan terjad seandainya tidak mendapat dukungan dari dalam negeri.” KEdua agen Amerika baik di Pakistan maupun di partai Janata Bharata India saling membantu dalam menurunkan tensi ketegangan antara pemrntah Zardari dan pemerintah India pimpinan partai Konggres. Hal itu untuk meniadakan alasan bagi partai Konggres yang bisa dimanfaatkan dalam mengambil aski militer terhadap Pakistan. Semua itu karena Amerika ingin menjauhkan ketegangan dari perbatasan Pakistan dengan India agar militer Pakistan memiliki kelonggaran untuk melakukan aksi-aksi militer bersama Amerika di kawasan suku-suku!.
Kelima, berkaitan dengan pernyataan Amerika yang menentang kesepakatan Swat, maka yang bisa diperhatikan di dalamnya adalah bawha pengumuman keepakatan itu terjadi setelah kepergian Holbrook dari Pakistan. Tidak tergambar bahwa Amerika tidak mengetahui hal itu. Sebagai tambahan, bahwa pernyataan awal-awal yang dikeluarkan oleh para pejabat Amerika adalah memuji kesepakatan Swat. Hal itu bertentangan dengan pernyataan NATO dan Inggris. Wakil juru bicara resmi Departemen luar negeri Amerika Gordon Durguid mengulang-ulang apa yang disebutkan oleh pejabat resmi Pakistan di departemen pertahanan tentang keseakatan. Durguid mengatakan: “sesungguhnya undang-undang islami merupakan bagian dari konstitusi Pakistan. Saya tidak memandang terdapat justifikasi bagi seorangpun di luar Pakistan untuk mendiskusikan masalah ini dan dan tentu saja bukan pula orang yang berada diatas podium ini”. Ketika salah seorang wartawan mensifati kesepakatan itu sebagai kesepakatan antara pemerintah Pakistan dan gerakan Taliban, Durguid membantahnya dengan perkataan: “kami tidak yakin atas diagnosis Anda terhadap apa yang terjadi di Pakistan. Oleh karean itu saya alihkan Anda kepada pemerintah Pakistan untuk menjelaskan hal itu kepada Anda”. Pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh utusan Inggris, as-Sami di Islamabad. Ia mengatakan: “sesungguh kesepakatan perdamaian yang lalu belum bersifat menyeluruh. Dan juga tidak menjadi solusi yang langgeng bagi masalah Swat. Wajib kami tegaskan baha kesepakatan itu akan menghentikan kekerasan dan bukan untuk menciptakan ruang tambahan bagi kekerasan”.
Keenam, adapun tentang pernyataan Holbrook yang keras seputar kesepakatan tersebut, maka sesungguhnya maksud dari pernyataan itu adalah menenangkan kewaspadaan yang keluar dari NATO, India dan negara-negara lain. Sementara pada saat yang sama hal itu untuk mendemonstrasikan keinginan Washington dalam mengirim surat yang kuat untuk militer Pakistan agar tidak melampaui tujuan dari kesepakatan tersebut yaitu untuk menciptakan ketenangan yang bersifat temporal di lembah Swat dan agar militer memiliki kelonggaran untuk memerangi Taliban di Afganistan dan di perbatasan Pakistan-Afganistan. Kemudian setelah itu menghancurkan kekuatan bersenjata di Swat. Dan sungguh Amerika tidak akan mau menerima pengulangan kejadian tahun 2006 dimana pemerintah menandatangai kesepakatan yang serupa dengan kelompok bersenjata di kawasan suku-suku. Maka kekuatan bersenjata mulai mengumpulkan diri mereka sendiri dan melakukan serangan bersenjata di dalam Afganistan. Oleh karena itu militer Pakistan tidak menarik kekuatannya dari lembah Swat meski telah ditandatangani kesepakatan itu.
Selengkapnya tentang Penerapan Sanksi Uqubat di Pakistan

Maklumat Politik Tentang Sahara Barat

Surat kabar al-Quds al-‘Arabiy edisi 6-02-09 memuat berita bahwa utusan internasional bagi Sahara Barat bertekad akan melakukan kunjungan ke negara-negara yang mengelilingi Sahara Barat yaitu Maroko, Aljazair, Mauritania dan Kota Tindouf. Sekretaris jenderal PBB, Ban Ki Moon, pada tanggal 17-01-09 telah mengumumkan menunjuk seorang berkebangsaan Amerika, Christopher Ross, sebagai utusan khusus untuk Sahara Barat menyisihkan seorang berkebangsaan Spanyol, Miguel Moratinos. Ross pada minggu lalu telah memutuskan untuk melakukan kunjungan di kawasan yang meliputi Maroko, Aljazair, Mauritania dan kota Tindouf markas pemimpin Front Polisario. Sementara itu Ross tidak berencana mengunjungi Spanyol dalam rencana kunjungannya. Sementara Spanyol adalah pihak yang memiliki kepentingan besar di Sahara Barat. Utusan khusus PBB sebelumnya selalu memasukkan Syanyol dalam daftar pihak yang harus diajak musyawarah khususnya dalam masalah Sahara Barat. Akan tetapi, Ross tidak memasukkan Spanyol di dalam rencana kunjungannya dengan alasan sudah bertemu dengan menteri luar negeri Spanyol di Washington. Keputusan Ross ini merupakan isyarat bahwa Sahara Barat, masalah Afrika yang berkepanjangan, tidak menjadi kepentingan strategis, urgent dan vital bagi Washington. Sehingga Washington tidak memberi prioritas terhadap masalah tersebut dalam kondisi ini. Karena Amerika sedang disibukan untuk mensolusi krisis ekonomi yang sedang mencekik. Ini disamping penegasan pemerintah Amerika yang baru untuk mengikutsertakan Eropa dalam memecahkan masalah-masalah global. Ross telah mengumumkan bahwa setelah selesai pembicaraan di kawasan ia akan menyerukan diadakannya rangkaian pembicaraan yang ke lima Manhatan daerah Sub Urban Washington. Empat rangkaian pembicaraan sebelumnya dalam rentang waktiu antara Juni 2007 sampai Maret 2008 telah gagal mencapai kemajuan barang seutas rambut pun dalam menghilangkan masalah, dimana setiap pihak tetap bersikukuh dengan usulan masing-masing. Dan pemerintah Amerika yang lalu tidak melakukan intervensi dengan mendekatkan (mempertemukan) antara kedua pihak delegasi.
Sesuatu yang mungkin terjadi dari utusan khusus yang baru yang berkebangsaan Amerika tersebut adalah ia hanya akan memenej krisis, dan bukan menyelesaikannya sehingga Amerika bisa tetap mempertahankan krisis Sahara Barat berada di tangannya sesuai dengan strategi Kisinger dalam memenej berbagai krisis tanpa memecah-mecahnya. Itu yang mungkin terjadi. Dewan Keamanan Internasional telah mengumumkan bahwa akan mengambil keputusan baru khusus berkaitan dengan masalah Sahara Barat setelah rangkaian ke lima perundingan yang telah diantisipati antara kedua pihak yang bertikai yaitu antara Maroko dan Polisario dan setelah laporan yang diajukan oleh Ross kepada dewan.
Selengkapnya tentang Maklumat Politik Tentang Sahara Barat

Siapakah Kelompok G 7?

Kelompok G-7 berdiri pada tahun 1976. Kelompok G-7 ini dibentuk oleh menteri-menteri keuangan tujuh negara industri besar dengan tujuan untuk membahas masalah-masalah ekonomi dan politik. Anggota kelompok G-7 adalah: Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika dan Kanada. Pertemuan G-7 dihadiri oleh ketua umum Uni Eropa mewakili Uni ropa, dan kepala negara yang sedang menjadi ketua Dewan Uni Eropa. Kemudian Rusia bergabung ke dalam kelompok G-7 pada tahun 1997. Setelah itu kelompok tersebut disebut kelompok G-8. Tidak ada kewajiban meleburkan kelompok G-7 dan kelompok G-8.

Pada tanggal 13-14 Pebruari 2009, selama dua hari, para menteri keungan dan gubernur bank sentral tujuh negara industri terkaya mengadakan konferensi di Roma. Konferensi itu diadakan untuk membahas solusi krisis finansial yang melanda ketujuh negara tersebut dan juga seluruh negara di dunia.

Mereka telah mengeluarkan press release yang di dalamnya dinyatakan: “perealisasian stabilitas perekonomian global dan pasar finansial tetap menjadi prioritas utama kami” (AFP, 14-02-09). Hal itu menunjukkan bahwa perekonomian dunia dan pasar keuangan global masih tetap tidak stabil, dan masih berada dalam keguncangan. Juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi masih terus berjalan. Bahkan mereka meminta digunakannya semua alat politik untuk merealisasi stabilitas itu. Mereka mengatakan di dalam statement mereka itu: “kami seluruhnya mengambil langkah-langkah yang tidak biasa untuk menghadapi tantangan-tantangan ini dan untuk menegaskan kembali komitmen kami untuk bekerja bersama melalui pemanfaatan semua alat politik untuk menopang pertumbuhan, investasi dan penguatan sektor finansial” (Kantor Berita RRC dan AFP, 14-02-09). Pernyataan ini menunjukkan atas ketidakmampuan doktrin kapitalisme dalam mensolusi krisis. Sehingga mereka merujuk kepada alat-alat politik yang doktrin kapitalisme itu sendiri tidak memperbolehkan negara melakukan intervensi. Atau yang oleh tokoh besar mereka yaitu Adam Smith dia sebut “cakar penguasa”.

Para peserta konferensi itu telah mengakui ketidakmampuan mereka ketika mereka mengatakan di dalam statement itu: “langkah-langkah perbaikan yang mendesak bagi sistem keuangan global sangat penting. Kerena krisis yang terjadi telah menampakkan kelemahan yang dalam di dalam sistem tersebut” (AFP, 14-02-09). Statement itu juga mengatakan: “sesungguhnya krisis yang awalnya sebagai goncangan finansial saat ini telah mencengkeram perekonomian riil dan menyebar ke seluruh dunia” (Surat Kabar RRC, 15-02-09). Yaitu bahwa krisis telah melewati pasar keuangan sehingga meliputi perekonomian secara keseluruhan. Artinya telah meliputi sumber-sumber perekonomian, alat-alat produksi, lapangan kerja dan pasar-pasar riil. Jadi masalahnya sangat serius dan bukan hanya masalah sepele.

Tampak jelas bahwa hasil yang dikeluarkan oleh kelompok G-7 mendapat perhatian serius dari sejumlah pengamat, khususnya para pengamat Eropa. Contohnya, Simon Jhonson, mantan kepala ekonom IMF. Ia mengatakan: “sesungguhnya pertemuan G-7 merupakan kesempatan yang sangat baik bagi sejumlah pemimpin negara industri untuk menegaskan kepemimpinan mereka bagi perekonomian global. Hanya saja apa yang sampai kepada kita dari hasil pertemuan itu secara resmi hanyalah penekanan dari apa-apa yang sudah dikatakan sebelumnya”. Marco Annunziata, ekonom di Uni Credit MIB di London, mengatakan: “kita mendengar pernyataan-pernyataan bombastis di dalam pertemuan tersebut, hanya saja –seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya- pernyataan itu tidak melebihi sikap-sikap sebelumnya yang menegaskan komitmen terhadap doktrin-doktrin dan komitment-komitmen yang telah kita dengar sebelumnya. Komitmen tindakan secara kolektif merupakan sesuatu yang nonsense dan menggelikan. Komitmen itu sama persis dengan komitmen yang telah mereka bicarakan pada bulan Desember yang lalu”. Menteri Keuangan Perancis, Christine Lagarde mengatakan: “diatas kertas masalahnya tampak baik. Dan tidak diragukan lagi bahwa doktrin-doktrin itu sangat baik. Tetapi yang penting adalah implementasinya”. Gubernur Bank Sentral Kanada, Mark Carnay, mengatakan kepada para wartawan di Roma: “sesungguhnya ini adalah rencana yang menyeluruh. Di sana juga terdapat niat dan keinginan. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah dimana implementasi dan pelaksanaanya”.

Sesungguhnya, pokok masalahnya adalah bahwa orang-orang Eropa tidak percaya dengan liberalisme pasar yang disodorkan oleh Amerika. Amerika menyatakan bahwa Amerika menginginkan liberalisme. Akan tetapi rencana stimulus yang dibenarkan oleh para pembuat undang-undang Amerika justru menguatkan langkah-langkah proteksi. Dan ini bertetangan dengan keputusan-keputusan G-7… Eropa sangat terkejut oleh ulah Amerika yang menutup pasar-pasar Amerika terhadap komoditas-komoditas Eropa. Eropa juga sangat terkejut dengan kerja keras pemerintahan Obama untuk meringankan dampak krisis perekonomian Amerika melalui stimulus sebesar US $ 787 milyar yang tertuang didalam rencana stimulus. Dalam pembicaraan menteri keuangan Jerman, Alistair Darling, di dalam pertemuan G-7, ia mengatakan: “kita wajib berhati-hati terhadap langkah-langkah proteksi, baik disengaja maupun yang tidak disengaja”. Di atas semua itu, orang-orang Eropa juga ikut serta dalam melakukan langkah-langkah proteksi seperti langkah-langkah yang diambil oleh Inggris paling akhir untuk melindungi angkatan kerjanya dari para imigran Eropa. Atau langkah-langkah pemerintah yang diambil oleh Perancis dan Italia untuk menyelamatkan industri produsen otomotif. Dari sisi praktis, sebenarnya ide pasar bebas telah mati!

Akan tetapi, hal yang baru di dalam konferensi G-7 itu adalah masalah China. Untuk pertama kalinya statement G-7 memuji China. Padahal konferensi G-7 sebelumnya mengkritik kebijakan finansial dan ekonomi China. Di dalam statement penutup, mereka memasukkan pujian tersebut. Statement akhir tersebut menyatakan: “kami menyambut langkah-langkah China dan kelangsungan komitmennya secara lebih besar bagi elastisitas nilai kurs yang mendorong terus menguatnya kurs mata uang Yuan secara mencolok (Ash-sharq al-Awsath, 15-02-09). Negara-negara G-7 itu dan khususnya Amerika berusaha secara sungguh-sungguh untuk menciptakan pengaruh terhadap China di dalam upaya untuk menurunkan China dan di dalam upaya menekan China dan menundukkannya kepada syarat-syaratnya. Ekonom senior bank Uni Credit, Marco Annunziata menyampaikan pujian terhadap perubahan sikap kelompok G-7 terhadap China. Ia mengatakan: “kondisi ketegangan antara Amerika Serikat dan China seungguhnya memiliki pengaruh yang berbahaya bagi pasar. Dan terus berlanjutnya pembelian obligasi AS oleh China sangat mendasar bagi stabilitas perekonomian” (Ash-sharq al-Awsath, 16-02-09).

Sesungguhnya Barat bertindak seakan-akan tidak menemukan solusi yang bisa menyelesaikan kambrukan total bagi sistem keuangan global. Semua yang dilakukan adalah menambah gelontoran uang di pasar atau meminta negara-negara –utamanya negara G-20- untuk ikut serta dalam menanggung beban masalah mereka. Misalnya, kelompok G-7 mendorong China untuk memperhatikan tingkat suku bunga mereka. Di dalam seruan mereka dinyatakan: “kami menyambut langkah-langkah China secara finansial dan komitmennya untuk menambah alastisitas tingkat suku bunga. Satu hal yang akan memperkuat dengan memperbaiki kurs Yuan secara efektif.” Maksud dari pernyataan itu adalah untuk mendapatkan kerelaan China setelah sebelumnya menteri keuangan Amerika yang baru menyerang China atas kenaikan nilai Yuan” – selama jangka waktu lalu, Amerika menekan China untuk menurunkan nilai mata uangnya supaya menciptakan realita yang mendukung perekonomian Amerika dengan jalan menguatkan ekspor dan membantu Amerika dalam pembayaran utang luar negerinya–. Geoffrey Yu, ahli strategi dalam pertukaran mata uang yang bermarkas di London mengatakan: “bahwa G-7 menyadari bahwa wajib menggabungkan China di dalam sistm keuangan global dari pada mencampakkan China dikarenakan tidak adanya elastisitas Yuan.” Pernyataan tersebut untuk meminta kerelaan China setelah sebelumnya terjadi pertentangan antara China dan Amerika Serikat.

Konferensi G-7 itu merupakan pendahuluan bagi konferensi G-20 pada tanggal 2 April mendatang yang akan di adakan di London. Nanti akan tampak pengaruhnya terhadap China. China adalah negara yang paling kecil terpengaruh oleh krisis. China satu-satunya negara yang belum memasuki resesi ataupun kontraksi. Bahkan pertumbuhan ekonominya terus berlanjut meski angkanya lebih kecil dari sebelumnya. China saat ini menjadi sasaran tujuh pemimpin kapitalisme. Tampak bahwa ungkapan mereka di dalam statement akhir: “pemanfaatan semua alat politik untuk mendukung pertumbuhan, lapangan kerja dan penguatan sektor keuangan”, maksud pernyataan ini bukan hanya bersifat dalam negeri, tetapi juga mencakup luar negeri. Yaitu memaksa negara-negara lain khususnya China untuk menerima tuntutan mereka, itu artinya adalah pemerasan negara-negara lain itu. Contohnya, menaikkan nilai tukar mata uangnya, Yuan, dan melanjutkan pembelian obligasi Amerika dimana China telah membeli obligasi Amerika hingga saat munculnya krisis telah mencapai lebih dari satu triliyun dolar. Hal itu diluar pembelian saham-saham perusahaan agunan property Fannie Mae dan Freddie Mac yang dilakukan oleh China sekitar setengah triliyun dolar. Juga pembelian saham sebesar puluhan miliar dolar atas saham raksasa Morgan Stanley dan menyelamatkannya dari keambrukan, juga saham-saham perusahaan Bank of America dan perusahaan-perusahaan lainnya. Dan mereka terus menuntut China untuk mengimplementasikan point-point Organisasi Perdagangan Global -WTO- dimana China sudah bergabung di dalamnya sejak 2001. Diantaranya point, pembebasan pasar dan pembukaan pasar bagi pesaing-pesaing mereka.

Disamping semua itu, Amerika terus bekerja untuk menampakkan bahwa Amerika adalah pemimpin dunia dan bahwa Amerika masih mengendalikan semua urusan di dunia. Menteri keuangan AS yang baru Timothy Geitchner mengatakan: “sesungguhnya dunia menghadapi krisis eknomi dan finansial yang paling buruk sejak dekade-dekade lalu. Dan bahwa pemerintah-pemerintah di dunia harus bergerak secara lebih cepat, akan tetapi dengan tetap komit terhadap doktrin-doktrin liberalisme pasar” (Reuters, 14-02-09)

Ringkasnya, Amerika di dalam konferensi G-7 itu berusaha untuk mengokohkan dirinya bahwa Amerika tetap sebagai pemimpin dunia. Itulah yang didektekan Amerika setelah kepercayaan terhadap kepemimpinan Amerika melemah akibat krisis finansial mutakhir. Sesuatu yang mungkin adalah bahwa Amerika akan bekerja di dalam konferensi G-20 yang akan datang untuk mengokohkan kembali kepemimpinan Amerika, dan bisa jadi dalam gambaran yang lebih kuat. Amerika akan mendektekan keinginannya kepada negara-negara lainnya. Khususnya bahwa negara-negara besar di Uni Eropa tidak bisa menggantikan posisi Amerika. Negara-negara besar Uni Eropa itu tidak bisa memanfaatkan peluang yang amat jarang yang lahir dari munculnya krisis ekonomi. Mereka tidak bisa memanfaatkannya hingga untuk menjadikan mereka partner sekaligus pesaing bagi kepemimpinan Amerika. Secara lebih khusus ketika Amerika harus menanggung beban terjadinya krisis finansial mutakhir, sehingga menyebabkan kepercayaan kepada Amerika dan kepada doktrin kapitalisme secara lebih umum melemah. Terlebih bahwa politik arogan dan sombong pada masa Bush telah berlalu dan terbukti gagal dan mendatangkan bencana bagi Barat secara keseluruhan.

Selengkapnya tentang Siapakah Kelompok G 7?

BERSATU SAMBUT KHALIFAH


Selengkapnya tentang BERSATU SAMBUT KHALIFAH